Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LANDASAN FIQIH AWLAWIYAT (FA-001)

✏️ Fiqih Awlawiyat sering diterjemahkan dengan fiqih prioritas dimana sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas yang penting, sesuatu yang penting tidak didahulukan atas yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat (marjuh) tidak didahulukan atas yang kuat (rajih). Dan sesuatu "yang biasa-biasa" saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama, atau yang paling utama. 

Sesuatu yang semestinya didahulukan harus didahulukan, dan yang semestinya diakhirkan harus diakhirkan. Sesuatu yang kecil tidak perlu dibesarkan, dan sesuatu yang penting tidak boleh diabaikan. Setiap perkara mesti diletakkan di tempatnya dengan seimbang dan lurus, tidak lebih dan tidak kurang. 

✏️ Dasarnya ialah bahwa sesungguhnya nilai, hukum, pelaksanaan,dan pemberian beban kewajiban menurut pandangan Islam ialah berbeda-beda satu dengan lainnya. Semuanya tidak berada pada satu tingkat. 

✅ Ada yang besar dan ada pula yang kecil; 
ada yang pokok dan ada pula yang cabang; 
ada yang berbentuk rukun dan ada pula yang hanya sekadar pelengkap; 
ada persoalan yang menduduki tempat utama (esensi) tetapi ada pula yang hanya merupakan persoalan pinggiran; 
ada yang tinggi dan ada yang rendah..

✏️ Dalil dari Al-Quran:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (19) الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjid Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. At-Taubah: 19-20).

✏️ Dalil dari Hadits:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَ سَبْعُونَ شُعْبَةً: أَعْلَاهَا لَا إِلهَ إِلَّا الله، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ (رواه الجماعة)

"Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih; yang paling tinggi di antaranya ialah 'la ilaha illa Allah,' dan yang paling rendah ialah 'menyingkirkan gangguan dari jalan.’ (HR. Al-Jama’ah). 

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ (رواه أحمد ومسلم والترمذي)

Berjaga dalam jihad selama sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa dengan qiyamullailnya selama sebulan. (HR. Ahmad, Muslim & At-Tirmidzi).

✅ Dalam ayat dan hadits-hadits di atas, amal-amal shalih dibedakan derajatnya sehingga prioritas kita dalam mengamalkannya pun berbeda. Idealnya semua amal shalih yang besar maupun yang kecil dapat kita laksanakan, namun pada kenyataannya kita dihadapkan pada keterbatasan tenaga, waktu, sarana dan bentuk keterbatasan lain. Di sinilah perlunya fiqih prioritas.

✅ Para sahabat juga sering bertanya kepada Rasulullah tentang amal apa yang paling afdhal? Hal ini menunjukkan perhatian besar mereka terhadap fiqih prioritas. Diantaranya adalah hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -: أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُولِهِ". قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: "جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ". قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ:"حَجٌّ مَبْرُورٌ". (رواه البخاري)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya: “Apakah amal yang paling afdhal? Beliau bersabda: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya? Dikatakan: “Kemudian apa?” Beliau bersabda: “Jihad di jalan Allah.” Dikatakan: “Kemudian apa?” Beliau bersabda: “Haji mabrur”. (HR. Al-Bukhari).

✅ Di samping menjelaskan tingkatan amal shalih, hadits Rasulullah juga banyak menerangkan tingkatan keburukan, misalnya:

شِرَارُ أُمَّتِي الثَّرْثَارُونَ الْمُتَشَدِّقُونَ الْمُتَفَيْقِهُونَ، وَخِيَارُ أُمَّتِي أَحَاسِنُهُمْ أَخْلَاقًا (رواه البخاري في الأدب المفرد – صحيح)

Sejelek-jelek umatku ialah mereka yang paling banyak omongnya, bermulut besar, dan berlagak pandai; dan sebaik-baik umatku ialah mereka yang paling baik akhlaknya. (HR. Al-Bukhari dalam Kitabnya Al-Adab Al-Mufrad – shahih).

📌 Referensi Utama: 
Fiqih Al-Awlawiyat - Dr. Yusuf Al-Qaradhawi

Posting Komentar untuk " LANDASAN FIQIH AWLAWIYAT (FA-001)"