Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tangga Urutan Belajar Kitab Fiqih ( F-004)


Bagi muslim/ah yang ingin serius memulai mempelajari fiqih hingga mendalam, BUKAN SEKEDAR untuk mengetahui jawaban terhadap kasus-kasus fiqih tertentu, maka metode terbaik menurut hemat kami adalah dengan memulai mempelajari fiqih madzhab mayoritas ahlul balad (penduduk negara/daerah) tempat ia tinggal menetap dengan urutan sebagai berikut:

1. Tahap pertama dengan mengenal dan memahami setiap pembahasan fiqih dari hal-hal mendasarnya, seperti persepsi yang benar terhadap setiap masalah dan istilahnya, mengetahui urutan pembahasan dan kaitannya satu sama lain dari awal hingga akhir.

1.🅰️ Untuk itu, kita perlu mempelajari kitab fiqih yang  mukhtashar (ringkas) dari madzhab Syafi’i (untuk di negara kita), biasanya disebut matan karena sangat ringkasnya, hingga kita memahaminya bahkan jika memungkinkan menghafalnya. Kitab fiqih mukhtashar ini berguna bagi pembentukan dasar fiqih yang kuat pada diri kita. 

Di dalam madzhab Syafi’i, kita bisa memilih misalnya kitab al-Ghayah wa at-Taqrib atau dikenal juga dengan Matan Abi Syuja’ karya Al-Qadhi Ahmad bin Al-Husain Abu Syuja’ Al-Ashfahani rahimahullah, yang dapat dikatakan termasuk kitab matan yang paling banyak dipelajari di kalangan madzhab Syafi’i.

Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan dengan menjadi murid seorang syaikh atau guru yang bermadzhab Syafi’i dan relatif mumpuni menguasai kitab tersebut.

1.🅱️ Setelah menguasai matan yang ringkas, dilanjutkan dengan mempelajari salah satu kitab yang mensyarahnya, yaitu kitab yang berisi penjelasan istilah-istilahnya yang relatif ringkas pula, sampai kita benar-benar menguasainya.  Syarah Ibnu Al-Qasim rahimahullah yaitu Fath Al-Qarib Al-Mujib dapat menjadi alternatif pilihan untuk kitab yang mensyarah Matan Abi Syuja’. Memahami kitab ini dengan bimbingan seorang guru setelah kita mempelajari dan memahami matan Abi Syuja’ in sya Allah tidak akan memakan waktu yang lama.

Selain Matan Abi Syuja’, kitab Safinah An-Najah karya Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami rahimahullah juga bisa menjadi pilihan dengan syarahnya seperti kitab Kasyifah As-Saja fi Syarh Safinah An-Naja karya seorang ulama besar Indonesia kelahiran Serang, Banten, yaitu Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar rahimahullah yang lebih dikenal dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani.

2. Tahap kedua adalah memahami dalil dari permasalahan fiqih yang telah kita kuasai matan maupun maksud istilah-istilah yang ada di dalamnya, juga tentunya di bawah bimbingan guru yang baik. Memahami dalil menjadi tahap kedua, sebab kita tidak akan dapat berargumentasi dengan dalil apapun dengan tepat kalau kita belum memahami seluk beluk permasalahannya. 

Diantara kitab syarah Matan Abi Syuja’ yang menjelaskan dalil-dalilnya dan memperluas penjelasannya adalah kitab Al-Iqna’ fi Halli Alfazh Abi Syuja’ karya Al-Khathib Asy-Syarbaini, atau Kifayah Al-Akhyar fi Halli Ghayah Al-Ikhktishar karya Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini Al-Hishni. Untuk kitab kontemporer yang menjelaskan dalil-dalil Matan Abi Syuja’ diantaranya adalah kitab At-Tadzhib fi Adillati Matni Al-Ghayah wa At-Taqrib karya Dr. Mushthafa Dib Al-Bugha.

Perhatikan, bahwa sampai tahap kedua ini, kita tidak menggunakan kitab yang membahas perbedaan pendapat para ulama, karena kita sedang berada pada tahap pembentukan dasar-dasar ilmu fiqih yang kuat menurut madzhab Syafi’i dengan memfokuskan diri kita pada penguasaan masalah-masalah fiqih dan istilah-istilahnya kemudian dalil-dalil yang digunakan. Sedangkan pembahasan tentang ikhtilaf para ulama dari berbagai madzhab dengan dalil masing-masing akan memalingkan perhatian kita dari fokus tersebut.

Yang masih ingin memperkuat pondasi tahap ini, bisa beralih mengkaji kitab lain tapi tetap pada fokus yang sama. Kitab yang digunakan bisa dikategorikan sebagai kitab dengen level mutawassith (menengah), seperti kitab Masa-il At-Ta’lim atau dikenal dengan Al-Muqadimah Al-Hadhramiyah karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal rahimahullah dengan syarahnya yakni kitab Al-Minhaj Al-Qawim karya Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah.

3. Tahap ketiga adalah berguru kepada seorang syaikh untuk mengkaji kitab muthawwal (lebih luas lagi) dengan pembahasan yang lebih detil namun masih dari karya ulama madzhab Syafi’i. Pada tahap ini kita mulai dikenalkan dengan ulama-ulama besar madzhab Syafi’i dengan kutipan pendapat mereka di samping kajian dalil yang lebih mendalam, mulai dari Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah sendiri dengan qaul qadim (pendapat lama) dan qaul jadid (pendapat baru) beliau, sampai kepada ulama besar madzhab seperti Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Juga kita mulai mengenal perbedaan pendapat di internal ulama madzhab Syafi’i sendiri. Di tahap ini pula kita mulai mengetahui bahwa pendapat madzhab Syafi’i tidak berarti selalu pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri, tetapi bisa jadi adalah hasil ijtihad ulama setelah beliau dengan menggunakan metode Al-Imam Asy-Syafi’i. Dengan demikian kita mengetahui bahwa madzhab Syafi’i adalah kumpulan ijtihad para ulama mulai dari Al-Imam Asy-Syafi’i sampai ulama-ulama mujtahid madzhab Syafi’i lainnya sepanjang zaman dengan menggunakan prinsip-prinsip ijtihad yang diajarkan oleh Sang Imam rahimahumullahu jami’an. Begitu pula pengertian madzhab yang lain.

Kitab dengan kategori muthawwal seperti di atas diantaranya adalah kitab Manhaj Ath-Thullab karya Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari rahimahullah yang merupakan ikhtishar (ringkasan) dari kitab Minhaj Ath-Thalibin karya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Minhaj Ath-Thalibin sendiri merupakan ikhtishar dari kitab Al-Muharrar karya Al-Imam Ar-Rafi’i rahimahullah.
Setelah itu, kita bisa mengkaji kitab Minhaj Ath-Thalibin dengan berbagai syarahnya seperti kitab Tuhfah Al-Muhtaj karya Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah atau kitab Nihayah Al-Muhtaj karya Al-Imam Ar-Ramli rahimahullah. Kemudian kitab-kitab besar Fiqih Syafi’i yang lain terutama karya Al-Imam An-Nawawi.

4. Jika masih ingin memperdalam lagi ilmu fiqih ini, kita dapat mengkaji kitab fiqih muqaran (perbandingan madzhab) baik penulisnya dari madzhab Syafi'i atau madzhab lain; atau mengkaji kitab madzhab lain baik kitab klasik maupun kitab kontemporer.

Mungkin ada pertanyaan:

Kok kitab-kitabnya berbahasa Arab semua ya? Ada terjemahannya ga?

Jawabnya:
 
Tentu saja, karena:
1. Penulisnya semuanya pengguna bahasa Arab 😀, termasuk yang berasal dari Indonesia.
2. Kita sedang membahas tahapan menjadi orang yang memiliki ilmu fiqih MENDALAM meskipun mungkin tidak sampai menjadi ulama mujtahid. Tidak mungkin hal itu tercapai tanpa menguasai bahasa Arab. 
3. Mempelajari fiqih secara mendalam membutuhkan ilmu ushul fiqih, dan memahami ushul fiqih mutlak diperlukan pemahaman terhadap Bahasa Arab. 
Jadi, jika kitab-kitab tersebut sudah ada terjemahannya sekalipun, maka yang hanya mengandalkan buku terjemahan tidak cukup untuk menjadi seorang ahli fiqih.

Catatan:

1. Berguru adalah mutlak diperlukan dalam mendalami ajaran Islam, jadilah murid seorang guru bukan murid buku.
2. Melakukan safar untuk berguru ke negeri seberang adalah hal yang baik, namun jika ada perbedaan pendapat di antara para ulama yang mu’tabar, maka tidak semua pendapat atau ijtihad yang diriwayatkan oleh guru dari negeri seberang cocok untuk diterapkan di negeri kita, biasanya ijtihad yang berdasarkan pertimbangan ‘urf atau kebiasaan setempat, atau latar belakang madzhab yang berbeda. 
3. Tahapan dan kitab-kitab yang disebutkan dalam pembahasan ini hanyalah contoh sesuai dengan pengetahuan kami yang terbatas ini. Tentu saja ada pilihan tahapan dan kitab-kitab lain yang dapat dipertimbangkan.
4. Mengapa kita harus mempelajari fiqih madzhab terlebih dahulu untuk mendalami ilmu fiqih? Apa manfaat & madharatnya? Mengapa kita harus memperhatikan madzhab fiqih mayoritas penduduk di mana kita tinggal? 
Akan dijawab in sya Allah dalam pembahasan selanjutnya.

Dari berbagai sumber.

Posting Komentar untuk "Tangga Urutan Belajar Kitab Fiqih ( F-004)"