Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berlaku Adil (AKH-005) Bagian 3


📌 Adil Kepada Hamba-Hamba Allah
(العَدْلُ مَعَ عِبَادِ اللهِ)

1. Adil kepada anak-anak
2. Adil kepada para istri (bagi suami yang berpoligami)
3. Adil kepada rakyat/anak buah
4. Adil kepada pihak yang berbeda pendapat
5. Adil kepada musuh
6. Adil kepada lingkungan alam

1. Adil kepada Anak
(العَدْلُ مَعَ الأَولَادِ)

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: تَصَدَّقَ عَلَيَّ أَبِي بِبَعْضِ مَالِهِ، فَقَالَتْ أُمِّي عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «اتَّقُوا اللهَ، وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ»، فَرَجَعَ أَبِي، فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ (رواه مسلم)

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Ayahku telah menghadiahkan aku sebagian hartanya. Maka Ibuku ‘Amrah binti Rawahah berkata, Aku tidak rela sampai engkau meminta kesaksian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka berangkatlah ayahku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mempersaksikan hadiahku. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ayahku, “Apakah engkau lakukan hal ini kepada semua anakmu?” Ayah menjawab, tidak. Beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah dalam urusan anak-anakmu.” Maka ayah kembali dan mengambil lagi hadiah itu (dariku). (HR. Muslim).

✅ Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:

وَفِي هَذَا الحَدِيثِ أَنَّهُ يَنْبَغِي أَنْ يُسَوِّيَ بَيْنَ أَوْلَادِهِ فِي الهِبَةِ وَيَهَبُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ مِثَلَ الآخَرِ وَلَا يُفَضِّلُ وَيُسَوِّي بَيْنَ الذَّكَرِ وَالأُنْثَى

Di dalam hadits ini hendaklah ia (orang tua) memperlakukan anak-anaknya dengan (perlakuan) sama dalam hibah, menghibahkan untuk seorang diantara mereka (harta) yang sama dengan yang lain, dan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim. 11/66).

Kecuali jika yang lainnya rela dengan pemberian kepada salah seorang saudara mereka, dan kerelaan ini harus dipastikan kebenarannya, bukan sekadar basa-basi.

✅ Hadits di atas adalah arahan terkait pemberian atau hadiah murni. Adapun dalam nafkah kepada anak misalnya biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan sejenisnya, maka adil kepada mereka adalah dengan memberikan mereka sesuai kebutuhan masing-masing. Dalam warisan, adil adalah menerapkan hukum waris kepada semua ahli waris termasuk anak-anak.

2. Adil kepada Para Istri
(العَدْلُ بَيْنَ الزَّوْجَاتِ)

«مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إلَى إحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ» رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَالْأَرْبَعَةُ، وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ

Siapa yang memiliki dua istri lalu ia condong kepada salah satunya (tidak adil), akan datang di hari kiamat dalam keadaan badannya miring. (HR. Ahmad dan Empat (Pemilik Sunan), dan sanadnya shahih – Bulugh Al-Maram No 993).

✅ Yang dimaksud dengan (مائل) adalah مَفْلُوج (miring karena salah satu sisi tubuhnya tak berfungsi/cacat) (Mirqah Al-Mafatih, Ali bin Sulthan Muhammad Al-Harawi Al-Qari, 5/2115).

✅ Sedangkan tidak adil (condong) yang diharamkan adalah tidak adil dalam perbuatan lahiriah seperti bermalam dan nafkah harta, bukan perasaan hati. Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh As-Sunnah:

وَأَرَادَ بهَذَا الْمَيْلِ المَيْلَ بِالْفِعْلِ، وَلَا يُؤَاخَذُ بِمَيْلِ الْقَلْبِ إِذَا سَوَّى بَينهُنَّ فِي فِعْلِ الْقَسْمِ، قَالَ اللَّه سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ} [النِّسَاء: 129]، مَعْنَاهُ: لن تَسْتَطيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بِمَا فِي الْقُلُوبِ، فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ، أَي: لَا تُتْبِعُوا أَهْوَاءَكُمْ أَفْعَالَكُمْ. (شرح السنة للبغوي 9/150)

Yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maksudkan dengan condong (tidak adil) adalah condong dalam perbuatan, kecondongan hati tidak dihukum jika (suami) menyamakan antara mereka (istri-istrinya) dalam pembagian (bermalam dan nafkah harta). Allah berfirman (yang artinya): 
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. (QS. An-Nisa: 129).
Maknanya: Kalian tidak akan sanggup berlaku adil dalam hal-hal yang ada di dalam hati, oleh karenanya janganlah kamu terlalu condong yakni jangan turuti kecenderungan nafsumu dengan tindakan. (Syarh As-Sunnah, Al-Baghawi, 9/150).

3. Adil Kepada Rakyat

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa: 58).

✅ Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk pemimpin yang baik dan pemimpin yang zalim:

«اللهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ» (رواه مسلم)

Ya Allah, siapa yang memegang sesuatu dari urusan ummatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia. Dan siapa yang memegang sesuatu dari urusan ummatku lalu ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. (HR. Muslim).

4. Adil Kepada Pihak Yang Berbeda Pendapat

«وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ»

Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik. (QS. An-Nahl: 125)

✅ Ibnu Katsir menjelaskan:

أَيْ: مَنِ احْتَاجَ مِنْهُمْ إِلَى مُنَاظَرَةٍ وَجِدَالٍ، فَلْيَكُنْ بِالْوَجْهِ الْحَسَنِ بِرِفْقٍ وَلِينٍ وَحُسْنِ خِطَابٍ

Maksudnya: Siapa diantara mereka memerlukan diskusi dan perdebatan, maka hendaklah dengan cara yang baik, dengan kasih sayang dan kelembutan, serta bahasa ajakan yang baik.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/613).

✅ Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berbeda pendapat dengan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu tentang “apakah saudara mendapat warisan jika ada kakek?” Ibnu Abbas berpendapat ‘ya’ sedangkan Zaid ‘tidak’.
Ketika Ibnu Abbas melihat Zaid radhiyallahu ‘anhuma menunggang kudanya, ia segera berjalan menuntun kuda Zaid sambil berkata: “Beginilah kita diperintahkan menghormati ulama.”
Zaid radhiyallahu anhu berkata: “Kemarikan tanganmu!” Lalu diciumnya tangan Ibnu Abbas sambil berkata:  “Beginilah kita diperintahkan terhadap ahli bait (keluarga) Nabi kita.” (Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah, Muhammad Abdul Halim Hamid, hlm 99).

✅  Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلَّا قُلْتُ اَللّهُمَّ أَجْرِ الْحَقَّ عَلَى قَلْبِهِ وَلِسَانِهِ، فَإِنْ كَانَ الحَقُّ مَعِي اتَّبَعَنِي وَإِنْ كَانَ الحَقُّ مَعَهُ اتَّبَعْتُهُ.

Aku tidak pernah berdiskusi dengan siapapun kecuali aku pasti berdoa: “Ya Allah, alirkan kebenaran di hati dan lisannya, jika kebenaran bersamaku ia mengikutiku, dan jika kebenaran bersamanya aku mengikutinya.” (Qawa’id Al-Ahkam, Al-‘Izz bin Abd As-Salam, 2/160).

✅  Al-Ghazali rahimahullah menyebutkan dalam kitabnya Ihya Ulumiddin:

فَلَمَّا دَخَلَ حَاتِمٌ بَغْدَادَ اجْتَمَعَ إِلَيْهِ أَهْلُ بَغْدَادَ فَقَالُوا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنْتَ رَجُلٌ وَلكِنْ أَعْجَمِيٌّ وَلَيْسَ يُكَلِّمُكَ أَحَدٌ إِلَّا قَطَعْتَهُ. قَالَ: مَعِي ثَلَاثُ خِصَالٍ أَظْهَرُ بِهِنَّ عَلَى خَصْمِي: أَفْرَحُ إِذَا أَصَابَ خَصْمِي، وَأَحْزَنُ إِذَا أَخْطَأَ، وَأَحْفَظُ نَفْسِي أَنْ لَا أَجْهَلَ عَلَيْهِ. فَبَلَغَ ذَلِكَ الإِمَامَ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ فَقَالَ: سُبْحَانَ اللهِ مَا أَعْقَلَهُ، قُومُوا بِنَا إِلَيْهِ.

Tatkala Hatim Al-Asham memasuki kota Baghdad, penduduk Baghdad berkumpul, mereka berkata: 
“Wahai Abu Abdur Rahman, anda seorang tokoh meskipun ‘ajam (bukan Arab) namun tidak ada orang yang berbicara dengan anda kecuali pasti anda membuatnya putus (tak mampu melanjutkan).” 
Hatim berkata: 
“Ada tiga hal yang aku miliki, dengannya aku menang melawan lawanku: 
aku gembira jika ia benar, 
aku sedih jika ia salah, 
dan aku jaga diriku dari berlaku jahil kepadanya.”
Hal itu sampai kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal, maka beliau berkata:
“Subhanallah, betapa cerdasnya beliau. Mari kita mendatanginya..”
(Ihya Ulum Ad-Din, Al-Ghazali, 1/67).

5. Adil Kepada Musuh

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8).

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) 

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqarah: 190).

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).

6. Adil Kepada Lingkungan Alam (Sesama Makhluk)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا، إِذْ حَبَسَتْهَا، وَلاَ هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ»

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang perempuan diazab karena seekor kucing, ia kurung hingga mati, perempuan itu masuk neraka karenanya, ia tidak memberinya makan dan minum ketika dikurung, dan tidak juga dilepas agar ia bisa makan dari binatang-binatang kecil di tanah. (Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْرًا، فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ، ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً، ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَإِنَّ لَنَا فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا؟ فَقَالَ: «فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ»

Dari Abu Hurairah radhiayallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ketika ada seorang laki-laki berjalan di jalan ia ditimpa rasa haus yang sangat, ia temukan sumur, lalu ia turun (ke sumur) lalu minum.  Kemudian ia keluar (dari dalam sumur), seketika ada seekor anjing yang menjilat tanah halus karena kehausan. Maka laki-laki itu berkata: sungguh anjing ini telah mengalami kehausan seperti diriku. Maka ia turun (lagi) ke sumur itu dan mengisi sepatu kulitnya dengan air, kemudian ia menjepit sepatu itu dengan mulutnya sehingga ia bisa naik kembali lalu ia memberi minum anjing itu. Maka Allah memberi ganjaran kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya. (Muttafaq ‘alaih).

Posting Komentar untuk "Berlaku Adil (AKH-005) Bagian 3"