Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ASH-SHIDQ (BENAR atau JUJUR) sebagai salah satu CABANG dari INDUK akhlak mulia “MENGAKUI KEBENARAN, MENCINTAI DAN MENDAHULUKANNYA” (AKH-004) Bagian 2


📌  أنْوَأعُ الصِّدْقِ
📌  Ragam Shidiq

✅ Shidiq bukanlah akhlaq yang terbatas pada lisan semata. Al-Imam Al-Ghazali rahimahullahu ta’ala dalam kitabnya  Ihya ‘Ulumiddin menyebutkan 6 jenis shidiq:

اِعْلَمْ أَنَّ لَفْظَ الصِّدْقِ يُسْتَعْمَلُ فِي سِتَّةِ مَعَانٍ: صِدْقٍ فِي القَوْلِ، وَصِدْقٍ فِي النِّيَّةِ وَالإِرَادَةِ، وَصِدْقٍ فِي العَزْمِ، وَصِدْقٍ فِي الوَفَاءِ بِالْعَزْمِ، وَصِدْقٍ فِي العَمَلِ، وَصِدْقٍ فِي تَحْقِيقِ مَقَامَاتِ الدِّينِ كُلِّهَا. فَمَنِ اتَّصَفَ بِالصِّدْقِ فِي جَمِيعِ ذَلِكَ فَهُوَ صِدِّيقٌ لِأَنَّهُ مُبَالَغَةٌ فِي الصِّدْقِ. ثُمَّ هُمْ أَيْضاً عَلَى دَرَجَاتٍ فَمَنْ كَانَ لَهُ حَظٌّ فِي الصِّدْقِ فِي شَيءٍ مِنَ الجُمْلَةِ فَهُوَ صَادِقٌ بِالإِضَافَةِ إِلَى مَا فِيْهِ صِدْقُهُ.

Ketahuilah bahwa lafal shidiq digunakan dalam 6 hal: shidiq dalam ucapan, shidiq dalam niat dan keinginan, shidiq dalam azam, shidiq dalam kesetiaan mewujudkan azam, shidiq dalam amal, dan shidiq dalam maqam-maqam agama secara keseluruhan. Maka siapa yang memiliki sifat shidiq dalam semua hal itu, berarti ia adalah orang yang shiddiq, karena kata shiddiq adalah ungkapan yang dalam tentang pemilik shifat shidiq. Kemudian mereka pun bertingkat-tingkat, siapa yang mempunyai kadar sifat shidiq dalam salah satu atau beberapa hal yang telah disebutkan, maka dia adalah orang yang shadiq dalam hal tersebut sesuai kadarnya. (Ihya ‘Ulumiddin, 4/387-388).

1. صدْقُ اللِّسَانِ
Shidiq dalam Ucapan

Ini adalah jenis shidiq yang paling tampak dan dikenal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الجَنَّةَ"

Siapa yang menjamin untukku (dengan menjaga) apa yang berada antara kedua  rahangnya (lisan), dan apa yang berada antara kedua kakinya (kemaluan), aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari).

2. صدْقُ النّيَّةِ وَالإِرَادَةِ
Shidiq dalam Niat dan Keinginan

✅ Yang dimaksud dengannya adalah ikhlash, yaitu menjadikan Allah sebagai tujuan dalam niat dan kehendaknya.
Contoh yang tidak shidiq dalam niatnya adalah seperti seseorang yang tampaknya mati syahid dan ia ditanya di hari kiamat:

فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ ... (رواه مسلم).

Apa yang telah engkau perbuat? Dia berkata: Aku telah berperang di jalan-Mu hingga mati syahid. Allah berfirman: Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berperang agar disebut sebagai pemberani, dan (julukan itu) sudah dikatakan (di dunia), … (HR. Muslim).

Orang ini tidak memiliki shidiq dalam niat karena kematiannya dalam medan jihad tidak disertai dengan niat yang ikhlash, tetapi karena riya ingin disebut sebagai pemberani atau kesatria, dan sebutan itu sudah ia peroleh di dunia.

3. الصِّدْقُ فِي العَزْمِ
Shidiq dalam ‘Azam (pernyataan kehendak)

✅ Perbedaan antara niat dengan azam: niat itu waktunya menyertai amal, sedangkan azam waktunya bisa jadi terpaut jauh dengan amal.
✅ Contoh azam:
Seseorang yang berkata dalam batinnya:
“Jika ada kesempatan berjuang di jalan Allah, aku akan turut serta dan tidak mau ketinggalan.”
✅ Ia dikatakan memiliki shidiq dalam azamnya jika ungkapan batinnya itu benar-benar lahir dari kejujuran dan mengandung keyakinan penuh, tanpa keraguan. Dan biasanya azam yang benar diikuti dengan tanda-tanda keseriusan, misalnya dengan melakukan persiapan, sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ (45) وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً ...

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (untuk tidak ikut berjihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu … (QS. At-Taubah: 45-46).

4. الصِّدْقُ فِي الوَفَاءِ بِالعَزْمِ
Shidiq dalam Memenuhi Azam

✅ Seperti azam salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, yang bernama Anas bin An-Nadhr radhiyallahu ‘anhu yang diungkapkannya kepada Rasulullah:

يَا رَسُولَ اللهِ غِبْتُ عَنْ أَوَّلِ قِتَالٍ قَاتَلْتَ المُشْرِكِينَ. لَئِنْ أَشْهَدَنِيَ اللهُ مَعَ النِّبِيِّ قِتَالَ المُشْرِكِينَ لَيَرَيَنَّ مَا أَصْنَعُ.

Ya Rasulullah, aku telah absen dari perang pertama yang engkau terjuni melawan orang-orang musyrik (perang Badar). Jika Allah menghadirkan aku bersama Nabi dalam perang melawan orang-orang musyrik (yang akan datang), Dia akan melihat apa yang akan kulakukan. (HR. Al-Bukhari).

✅ Azamnya ini ia penuhi saat perang Uhud, di mana beliau termasuk yang tidak gentar dengan issue terbunuhnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dan terus berjuang hingga syahid dengan jasad tidak dapat dikenali kecuali melalui jari-jemarinya. 
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, keponakannya, menyatakan: Kami berpendapat bahwa tentang beliaulah dan orang-orang yang seperti beliau, turunnya ayat ini:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang shidiq (menepati) apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya). (QS. Al-Ahzab: 23).

5. الصِّدْقُ فِي الأَعْمَالِ
Shidiq dalam Amal

✅ Al-Imam Al-Ghazali menjelaskan maksud dari shidiq dalam amal ini:

وَهُوَ أَنْ يَجْتَهِدَ حَتَّى لَا تَدُلَّ أَعْمَالُهُ الظَّاهِرَةُ عَلَى أَمْرٍ فِي بَاطِنِهِ لا يتصف هو به

Yaitu hendaklah ia bersungguh-sungguh agar amal lahiriahnya tidak mencerminkan sesuatu yang tidak ada dalam batinnya.
✅ Seperti orang yang fisiknya tenang dan baik di dalam shalat, hendaklah hatinya juga hadir dalam shalatnya (khusyu’).
✅ Atau jika ia berbuat baik saat bersama-sama dengan orang-orang yang shalih, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk tetap baik tatkala sendirian. Jika ia baik dengan orang lain, hendaklah ia baik dengan keluarganya sebagai cermin dominasi kebaikan dan kesadaran batinnya bukan sekedar karena pengaruh orang lain.
✅ Tetapi jika kebaikan yang ia lakukan saat bersama orang lain memang bertujuan untuk riya atau pencitraan, maka ia termasuk dalam pembahasan poin kedua yakni tidak shidiq dalam niatnya.
✅ Perbedaan shidiq dalam amal dengan shidiq dalam niat adalah:
✏️ Bahwa shidiq dalam amal ini lebih kepada kesesuaian lahir dengan batin secara umum, sedangkan shidiq dalam niat khusus berkaitan dengan tujuan beramal.
✏️ Bahwa orang riya atau yang tidak shidiq dalam niatnya memang sikap riyanya itu menjadi maksud yang ia sadari bahkan ia sengaja, sedangkan orang yang tidak shidiq dalam amal bisa jadi ia tidak sadar dengannya atau karena kelalaian jiwa yang muncul tanpa ia kehendaki, seperti orang yang shalat tetapi hatinya memikirkan jual beli di pasar.

6. الصِّدْقُ فِي مَقَامَاتِ الدِّينِ
Shidiq dalam Berbagai Maqam di dalam Agama

✅ Seperti shidiq dalam khauf (rasa takut) dan raja (rasa harap) kepada Allah, dalam tawakkal, mahabbah (cinta) kepada-Nya, dalam zuhud, ridha dan maqam-maqam keimanan yang lain.
✅ Orang yang shidiq dalam “khauf”, akan berusaha sungguh-sungguh menjauhi dosa yang mendatangkan kemurkaan Allah, jika ia tergelincir dalam perbuatan dosa ia segera bertaubat dan tidak menunda-nundanya.
✅ Orang yang shidiq dalam “rajaa”, ia akan bermujahadah dalam melaksanaan amal shalih yang mendatangkan ridha-Nya, bersemangat melakukannya dan bersedih jika kesempatan beramal shalih luput darinya…

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang shidiq (benar). (QS. Al-Hujurat: 15). 

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran: 135).


📌 ممَّا يُعِينُ عَلَى الصِّدْقِ
📌 Diantara yang  Dapat Membantu Akhlaq Shidiq

1. مرَاقَبَةُ اللهِ تَعَالَى
Muraqabatullah Ta’ala (Selalu Menghadirkan Pengawasan Allah di Dalam Hati)

Keimanan seseorang bahwa Allah ta’ala selalu bersamanya, mendengar dan melihatnya akan mendorongnya untuk senantiasa takut kepadaNya dan berlaku shidiq baik dalam perkataan, perbuatan, maupun kesesuaian lahir dan batinnya.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٧)

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Mujadilah: 7).

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (١٨)

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 18).

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (١٠)كِرَامًا كَاتِبِينَ (١١)

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). (QS. Al-Infithar: 10-11).

2. الحَيَاءُ
Malu

Perasaan malu akan dapat menghalangi seseorang dari perbuatan yang dianggap buruk oleh syariat atau oleh pandangan yang lurus dari masyarakat. Ia akan malu dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Dan malu tertinggi adalah malu kepada Allah.

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى: إذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ" . (رواه البخاري)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallau ‘anhu, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Sesungguhnya diantara yang telah diketahui manusia dari ungkapan kenabian pertama adalah “Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah semaumu.” (HR. Al-Bukhari).

Bahkan Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu, saat masih musyrik, menjawab semua pertanyaan Kaisar Heraklius tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan jujur karena malu untuk berbohong lalu dikenal sebagai tukang bohong, padahal kejujuran jawabannya membuat Heraklius mengakui kebenaran Nabi Muhammad, sesuatu yang tentunya dibenci oleh tokoh musyrik Quraisy seperti Abu Sufyan.
Abu Sufyan menuturkan alasannya memberikan keterangan yang benar kepada Heraklius:

فَوَ اللهِ لَوْ لَا الحَيَاءُ مِنْ أَن يَأْثِرُوا عَلَيَّ كَذِبًا لَكَذَبْتُ عَنْهُ

Maka demi Allah, andai bukan karena malu jika mereka akan menyebarkan bahwa saya berbohong, pasti saya sudah berbohong tentangnya (informasi tentang Nabi Muhammad). (HR. Al-Bukhari).

3. صحْبَةُ الصَّادِقِينَ
Membersamai Orang-Orang Shidiq

Yaitu orang-orang yang memiliki enam ragam shidiq yang telah dijelaskan pada materi sebelum ini atau memiliki beberapa diantaranya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (١١٩)

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang shidiq. (QS. At-Taubah: 119).

4. إشَاعَةُ الصِّدْقِ فِي البِيئَةِ
Menebar Shidiq di Lingkungan

Tersebarnya akhlaq shidiq di lingkungan, terutama keluarga, merupakan faktor penting yang membantu seseorang untuk berakhlaq shidiq. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kejujuran, in sya Allah akan tumbuh dewasa dengan perangai jujur yang lebih baik dibandingkan anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang penuh kepalsuan.

مَنْ قَالَ لِصَبِيٍّ: تَعَالَ، هَاك، ثُمَّ لَمْ يُعْطِهِ فَهِيَ كَذِبَةٌ (رواه أحمد – صحيح)

Siapa yang berkata kepada anak kecil: “Kemari, nanti kuberi (sesuatu).” Kemudian ia tidak memberi, maka itu adalah sebuah kebohongan.” (HR. Ahmad – shahih).

5. معْرِفَةُ وَعِيدِ اللهِ لِلْكَذَّابِينَ وَعَذَابِهِ لِلْمُفْتَرِينَ
Mengetahui Ancaman Allah untuk Para Pendusta dan AzabNya bagi Para Perekayasa Dusta

Diantaranya:

وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ (٦٠)

Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri? (QS. Az-Zumar: 60).

6. الدُّعَاءُ
Berdoa

Shidiq adalah akhlaq yang berat dalam menerapkannya, oleh karena itu, seorang hamba memerlukan pertolongan Allah untuk menjadikan shidiq sebagai karakternya.

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا (٨٠)

dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku tempat masuk yang shidiq dan keluarkanlah (pula) aku tempat keluar yang shidiq, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (QS. Al-Isra: 80).

Sumber: 
1. Ihya Ulum Ad-Din, Al-Imam Al-Ghazali
2. Al-Ra-id Durus fi At-Tarbiyah wa Ad-Da’wah, Mazin bin Abdul Karim Al-Furaih

Posting Komentar untuk "ASH-SHIDQ (BENAR atau JUJUR) sebagai salah satu CABANG dari INDUK akhlak mulia “MENGAKUI KEBENARAN, MENCINTAI DAN MENDAHULUKANNYA” (AKH-004) Bagian 2"