Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penggunaan Makna Majazi Selalu Ada Makna Hakikinya?


📚 Apakah penggunaan makna majazi pada sesuatu menunjukkan selalu ada makna hakiki padanya?

📎 Maksudnya :

✅ Jika kita menggunakan makna majazi pada kata “tangan” kekuasaan, atau makna zhahir menurut konteks kalimatnya, maka apakah hal itu menunjukkan bahwa ada tangan kekuasaan dengan makna zhahir (lahiriyah) menurut bahasa ?
Sebagaimana jika kita menggunakan makna majazi pada kata “tangan si Fulan” di dalam kalimat, maka bukankah hal itu menunjukkan dan kenyataannya memang demikian bahwa fulan mempunyai tangan lahiriyah ?

✅ Jawaban dari Al-Qur’an : tidak selalu demikian !

📕 Kedua Tangan Al-Quran

✅ Allah ta’ala berfirman tentang al-Qur’an :

وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ . لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ

.. dan sesungguhnya Al-Quran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depannya maupun dari belakangnya. (QS. Fushshilat: 41-42).

✅ Kata “dari depannya” pada terjemahan di atas adalah makna majazi dari redaksi aslinya yaitu من بين يديه yang terjemah harfiyahnya adalah “dari antara kedua tangannya” yaitu kedua tangan Al-Qur’an.

✅ Allah ta’ala menggunakan redaksi yang sangat indah, dan diantara keindahan berbahasa adalah adanya makna kiasan dalam mengungkapkan sesuatu. Tak ada seorang muslim pun yang berpendapat bahwa Al-Qur’an itu punya dua tangan, satu pun tidak, dan Allah tetap menggunakan kata “dari antara kedua tangan Al-Quran” sebagai ungkapan majaz untuk maksud “dari depannya”.

✅ Ayat yang serupa dapat dilihat di 3/3, 5/48, 6/92, 10/37, 12/111, …

📕 Kedua Tangan Rahmat Allah (Hujan)

✅ Allah ta’ala berfirman tentang rahmat-Nya berupa hujan :

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (yaitu hujan). (QS. Al-A’raf: 57)

✅ “sebelum kedatangan rahmat-Nya” adalah terjemah kiasan dari redaksi aslinya بين يدي رحمته “diantara kedua tangan rahmat-Nya”.

✅ Ibnu Jarir ath-Thabari berkata :

وأما قوله:"بين يدي رحمته"، فإنه يقول: قدام رحمته وأمامها. والعرب كذلك تقول لكل شيء حدث قدام شيء وأمامه:"جاء بين يديه"، لأن ذلك من كلامهم جرى في أخبارهم عن بني آدم، وكثر استعماله فيهم، حتى قالوا ذلك في غير ابن آدم وما لا يَدَ له. و"الرحمة" التي ذكرها جل ثناؤه في هذا الموضع: المطر.

Adapun firmanNya “baina yaday rahmatih” maka maksudnya adalah sebelum atau di depan rahmatNya. Dan orang Arab memang demikian mengungkapkan sesuatu yang terjadi atau datang sebelum yang lain dengan “ia datang di antara kedua tangannya” karena begitulah kebiasaan bahasa mereka berlaku pada informasi yang mereka bicarakan tentang manusia, dan penggunaan ungkapan ini banyak ditemukan hingga mereka katakan juga untuk non manusia bahkan yang tidak punya tangan sekalipun. Dan “rahmat” yang disebutkan Allah ta’ala di ayat ini maksudnya adalah hujan. (Tafsir ath-Thabari, 12/492).

✅ Jadi meskipun rahmat Allah atau hujan tidak punya tangan lahiriah, Allah tetap menggunakan kata “tangan” untuk makna majazinya, karena bahasa fasih orang Arab banyak menggunakannya dan Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih.

✅ Ayat yang serupa : 25/48, & 27/63.

📕 Keinginan Sang Tembok

✅ Firman Allah ta’ala tentang salah satu episode kisah Nabi Musa dan Khidhr alaihimassalam :

فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ

Kemudian keduanya (Musa & Khidhr) menemukan di dalam kampung itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. (QS. Al-Kahfi: 77).

✅ Terjemah “hampir roboh” adalah terjemah kiasan dari redaksi aslinya يريد أن ينقضّ “ingin roboh”, walaupun dinding rumah tidak punya keinginan atau kemauan.

✅ Ibnu Jarir ath-Thabari mengutip penjelasan para ahli bahasa dari Basrah:

وذلك لما دنا من الانقضاض، جاز أن يقول: يريد أن ينقضّ

Ketika tembok sudah nyaris roboh, boleh diungkapkan dengan “ia mau roboh”. (Tafsir ath-Thabari, 18/79).

✅ Untuk yang satu ini orang Indonesia juga sering menggunakannya. 😊

✅ Jadi, penggunaan makna majazi untuk sebuah kata pada sesuatu, tidak berarti bahwa kata tersebut pasti punya makna hakiki (makna lahiriyah) pada sesuatu itu.

✅ Maka ungkapan wahyu tentang sifat khabariyah yang secara bahasa mengandung makna kiasan, atau dengan istilah lain makna zhahir sesuai konteks kalimatnya, maka makna zhahir sesuai kamus bahasa yang menunjukkan jawarih (anggota tubuh) atau menyerupai makhluk tentu saja mustahil bagi Allah. Oleh karena itu sikap yang diambil oleh mayoritas ulama baik salaf maupun khalaf adalah tafwidh atau ta-wil.

Tafwidh yaitu meyakininya sebagai wahyu, menolak makna zhahir sesuai kamus bahasa karena mengandung tasybih, membaca teks wahyu apa adanya tanpa tafsir sama sekali, tidak menentukan makna dari beberapa kemungkinan makna kiasan yang ada, dan menyerahkan maksudnya kepada Allah.

Ta-wil yaitu meyakininya sebagai wahyu, menolak makna zhahir sesuai kamus bahasa karena mengandung tasybih dan menafsirkannya dengan makna kiasan atau makna zhahir sesuai konteks kalimatnya yang biasa digunakan di dalam bahasa Arab.

Posting Komentar untuk "Penggunaan Makna Majazi Selalu Ada Makna Hakikinya?"