Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqih Puasa (F-007) Bagian 2


📚 Perbuatan yang Mustahab dalam Puasa

📕 Matan Abu Syuja’:

وَيُسْتَحَبُّ فِي الصَّوْمِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: تَعْجِيلُ الْفِطْرِ وَتَأْخِيرُ السُّحُورِ وَتَرْكُ الْهُجْرِ مِنَ الْكَلَامِ

Tiga hal mustahab (dianjurkan) dalam puasa: ta’jil al-fithr (menyegerakan berbuka), ta-khir as-suhur (mengakhirkan sahur) dan meninggalkan ucapan buruk/vulgar.

📒 Penjelasan

📌 Ta’jil Berbuka

✅ Dianjurkan melakukan ta’jil berbuka puasa berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ

Masyarakat tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. (HR. Al-Bukhari no 1856, Muslim no 1098 dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu). 

✅ Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan:

أَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتُمَيْرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbuka sebelum shalat maghrib dengan beberapa butir ruthab, jika tidak ada ruthab maka dengan beberapa tamr, jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air. (HR. At-Tirmidzi – shahih).

📌 Ta-khir Santap Sahur

✅ Dalam bahasa Arab, aktifitas makan sahur disebut suhur (السُحُورُ), sedangkan sahur (السَّحُورُ) adalah makanan atau hidangan makan sahur.  Seperti wudhu adalah aktifitasnya sedangkan air yang digunakan disebut wadhu.

✅ لا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ

Ummatku tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan makan sahur (HR. Ahmad, 5/147).

✅ عنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ: «تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سُحُورِهِمَا، قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى»، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سُحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ؟ قَالَ: «قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Allah (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu makan sahur, setelah keduanya selesai darinya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit untuk shalat (subuh), maka shalatlah beliau. Kami berkata kepada Anas: Berapa lama jarak antara sahur mereka berdua dengan shalat mereka? Anas berkata: selama seseorang membaca 50 ayat. (HR. Al-Bukhari no 556).

📌 Meninggalkan Perkataan Kotor atau Vulgar

✅ Meninggalkan perkataan kotor atau vulgar disebutkan sebagai hal yang mustahab maksudnya adalah bahwa perkataan kotor atau vulgar tidak termasuk yang membatalkan puasa (bukan fardhu atau rukun puasa), namun tetap tercela pelakunya dan menghilangkan nilai puasanya. 

✅ وإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ

Pada hari puasa diantara kamu janganlah ia rafats (berkata dengan perkataan hina, vulgar, kotor), dan janganlah shakhab (meninggikan suara dan buat gaduh). (HR. Al-Bukhari & Muslim).

✅ Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

وَالْجُمْهُورُ وَإِنْ حَمَلُوا النَّهْيَ عَلَى التَّحْرِيمِ إِلَّا أَنَّهُمْ خَصُّوا الْفِطْرَ بِالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ

Dan mayoritas ulama meskipun menyatakan bahwa larangan tersebut menunjukkan keharaman, namun mereka mengkhususkan batalnya puasa dengan makan, minum dan jima’ saja. (Fath Al-Bari, 4/104).


📚 Hari-Hari Haram Puasa

📕 Matan Abu Syuja’ (Al-Ghayah wa At-Taqrib)

وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ أَيَّامٍ: اَلْعِيْدَانِ، وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ الثَّلَاثَةُ.
وَيُكْرَهُ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ.

Dan diharamkan puasa 5 hari: 2 hari raya dan 3 hari tasyriq. 
Dan dimakruhkan puasa hari syak kecuali jika bertepatan dengan kebiasaan seseorang.

📒 Penjelasan

📌 Hari Raya & Hari Tasyriq

✅ Yang dimaksud dengan dua hari raya adalah Idul Fitri 1 Syawwal dan Idul Adha 10 Dzulhijjah, sedangkan hari tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah Idul Adha yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

✅ عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْأَضْحَى، وَيَوْمِ الْفِطْرِ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang puasa pada dua hari yaitu hari Idul Adha dan hari Idul Fitri. (HR. Muslim no 1138).

✅ عنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ»

Dari Nubaisyah Al-Hudzali ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim, no 1141).

✅ عنْ أَبِي مُرَّةَ مَوْلَى أُّم هَانِئٍ، أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَلَى أَبِيهِ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ، فَقَرَّبَ إِلَيْهِمَا طَعَاماً، فَقَالَ: كُلْ، فَقَالَ: إِنِّي صَائِمٌ، فَقَالَ عَمْرٌو: كُلْ فَهَذِهِ الأَيَّامُ الَّتِي كَانَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَأمُرُنَا بِإِفْطَارِهَا وَيَنْهَانَا عَنْ صِيَامِهَا، قَالَ مَالكٌ: وَهِيَ أّيَّامُ التَّشْرِيقِ 

Dari Abu Murrah maula Ummu Hani bahwa ia bersama Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash masuk menemui ‘Amr bin Al-‘Ash, lalu beliau mendekatkan makanan kepada keduanya dan berkata: Makanlah. Ia (Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash) berkata: Sungguh saya puasa. Maka ‘Amr bin Al-‘Ash berkata: Makanlah, karena ini adalah hari-hari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita berpuasa. Berkata Imam Malik bin Anas: Hari-hari (yang dimaksud) adalah hari-hari tasyriq. (HR Abu Dawud, isnadnya shahih).

📌 Hari Syak (Hari Meragukan)

✅ Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Al-Majmu’ maksud dari Hari Syak:

قَالَ أَصْحَابُنَا يَوْمُ الشَّكِّ هُوَ يَوْمُ الثَّلَاثِينَ مِنْ شَعْبَانَ إذَا وَقَعَ فِي أَلْسِنَةِ النَّاسِ إِنَّهُ رُؤِيَ وَلَمْ يَقُلْ عَدْلٌ إنَّهُ رَآهُ أَوْ قَالَهُ. (6/401)

Sahabat-sahabat kami telah berkata bahwa hari syak adalah tanggal 30 Sya’ban jika beredar berita di masyarakat bahwa (hilal Ramadhan) telah terlihat, sementara belum ada informasi dari pihak yang tepercaya bahwa ia telah melihatnya atau mengatakan (telah melihatnya).

Jadi hari syak adalah hari dimana belum ada kepastian apakah hari itu adalah 30 Sya’ban atau 1 Ramadhan.

✅ Di matannya, Abu Syuja’ rahimahullah ta’ala menyebutkan bahwa puasa hari syak adalah makruh. Namun pendapat yang mu’tamad (menjadi pegangan) dalam madzhab Syafi’i adalah haram berpuasa di hari syak jika tanpa alasan yang dibenarkan.

✅ Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Al-Majmu’:

(أَمَّا) حُكْمُ الْمَسْأَلَةِ فَقَالَ أَصْحَابُنَا لَا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلَا خِلَافٍ ...
فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ ... 
لِأَنَّهُ إِذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيْهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى .. وَلِأَنَّهُ إذَا كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ لِأَنَّ وَقْتَ قَضَائِهِ قَدْ ضَاقَ. (وَأَمَّا) إِذَا صَامَهُ تَطَوُّعًا فَإِنْ كَانَ لَهُ سَبَبٌ بِأَنْ كَانَ عَادَتُهُ صَوْمَ الدَّهْرِ أَوْ صَوْمَ يَوْمٍ وَفِطْرَ يَوْمٍ أَوْ صَوْمَ يَوْمٍ مُعَيَّنٍ كَيَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَصَادَفَهُ جَازَ صَوْمُهُ بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ أَصْحَابِنَا

Adapun hukum masalah ini (puara hari syak) maka telah berkata para sahabat kami bahwa tidak sah puasa hari syak dengan niat puasa Ramadhan (untuk jaga-jaga) tanpa ada perbedaan pendapat…
Jika seseorang berpuasa (di hari syak) dengan niat puasa qadha, atau nadzar, atau kafarat, maka puasanya sah… Karena jika berpuasa di hari itu dengan niat puasa sunnah yang memiliki sebab adalah dibolehkan, maka puasa wajib lebih laik untuk dibolehkan .. Juga jika seseorang masih punya hutang puasa Ramadhan maka ia wajib puasa di hari itu, karena waktu qadhanya sudah mendesak. Jika ia berpuasa di hari syak dengan niat puasa sunnah yang memiliki sebab, seperti karena ia telah terbiasa puasa sepanjang tahun, atau terbiasa puasa sehari dan tidak berpuasa sehari (selang seling/puasa Dawud), atau terbiasa puasa hari tertentu misalnya hari Senin dan bertepatan dengan hari syak tersebut, maka puasanya sah tanpa perbedaan pendapat diantara sahabat-sahabat kami. (Al-Majmu’ 6/399-400).

✅ Intinya adalah diharamkan puasa hari syak tanpa alasan. Jika dengan alasan, baik untuk puasa yang wajib seperti qadha Ramadhan atau puasa Sunnah yang sudah menjadi kebiasaan seseorang, maka ia diperbolehkan, meskipun ada diantara ulama madzhab yang memakruhkannya tapi puasanya tetap sah.

✅ Dalil haramnya puasa di hari syak adalah:

عَنْ عَمَّارٍ، «مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

Dari ‘Ammar (bin Yasir) radhiyallahu ‘anhuma: “Siapa yang berpuasa di hari syak maka ia telah bermaksiat kepada Abu Al-Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dan dinyatakan shahih oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

📎 Keterangan:
Maksud dari mu’allaq adalah bahwa Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya tidak menyebutkan secara lengkap sanad riwayat di atas, beliau hanya menyebutkan dari Shilah bin Zufar rahimahullah dari ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu . Sedangkan perawi dari Al-Imam Al-Bukhari sendiri sampai kepada Shilah tidak beliau sebutkan. Tetapi At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan yang lainnya menyebutkan sanadnya lengkap dan menshahihkannya). 

✅ Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan:

اسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى تَحْرِيمِ صَوْمِ يَوْمِ الشَّكِّ لِأَنَّ الصَّحَابِيَّ لَا يَقُولُ ذَلِكَ مِنْ قِبَلِ رَأْيِهِ فَيَكُونُ مِنْ قَبِيلِ الْمَرْفُوعِ

Dengan (riwayat) ini dapat dijadikan dalil atas pengharaman puasa hari syak, karena seorang sahabat Nabi tidak menyatakan demikian berdasarkan pendapatnya, sehingga riwayat ini (meskipun mauquf) hakikatnya termasuk marfu’. (Fath Al-Bari, 4/120).

📎 Keterangan:
Mauquf adalah khabar atau riwayat yang sumbernya berasal dari seorang sahabat Nabi.
Marfu’ adalah khabar atau riwayat yang sumbernya berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Posting Komentar untuk "Fiqih Puasa (F-007) Bagian 2"