Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala (A-007 Bagian 6)


📚 Arti Ta-wil (التأويل)

✅ Menurut kamus bahasa, ta-wil memiliki beberapa arti, diantaranya:

تَفْسِيرُ الْكَلَامِ الَّذِي تَخْتَلِفُ مَعَانِيهِ، وَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِبَيَانِ غَيْرِ لَفْظِهِ

Penjelasan ucapan yang maksudnya beragam, dan tidak sah (penjelasan itu) kecuali menggunakan lafal yang berbeda. (Tahdzib al-Lughah, al-Azhari, 15/329).

✅ Sedangkan menurut istilah ulama, ta-wil dalam konteks pembahasan kita adalah:

حَمْلُ اللَّفْظِ عَلَى غَيْرِ مَدْلُولِهِ الظَّاهِرِ مِنْهُ مَعَ احْتِمَالِهِ لَهُ بِدَلِيلٍ يُعَضِّدُهُ.

Membawa lafal kata kepada makna yang bukan zhahirnya (lahiriah, tampak jelas menurut kamus bahasa) dengan dukungan dalil, dan makna tersebut memang masih menjadi (salah satu) kandungan lafal itu. 
(al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, al-Amidi, 3/53). 

Ini adalah ta-wil yang shahih menurut al-Amidi.

Contoh :

رَأَيْتُ الأَسَدَ يَخْطُبُ عَلَى المِنْبَرِ

Aku melihat singa sedang berorasi di podium.

Kata singa makna lahiriyahnya adalah hewan buas pemangsa yang jantannya bersurai di kepalanya… tapi singa di dalam bahasa juga digunakan untuk makna kiasan, yaitu julukan bagi seorang pemberani di berbagai medan kehidupan, dan ini bukan makna yang mengada-ada, ahli bahasa mengakuinya. 

Dalam contoh kalimat di atas, kata singa kita bawa ke makna yang bukan lahiriyah dengan dukungan dalil dari kalimat itu sendiri, yaitu “berorasi di podium”. Dengan adanya ungkapan “berorasi di podium”, maka tidak boleh kita memahami singa pada kalimat tersebut dengan makna lahiriyah menurut kamus bahasa.

✅ Makna lahiriyah yang seharusnya kuat karena dia adalah makna asli atau hakiki menurut bahasa, dalam contoh kalimat di atas menjadi lemah, dikalahkan oleh makna kiasan yang tadinya lemah tapi menjadi kuat dan harus diambil, bahkan menjadi makna lahiriyah yang langsung terbayang dalam benak pikiran menurut konteks kalimatnya, bukan menurut kamus. 

✅ Jadi sebetulnya, makna yang zhahir (kuat dan tampak secara lahiriyah) itu ada dua: 

1. makna zhahir menurut kamus bahasa sebelum sebuah kata atau lafal dimasukkan ke dalam kalimat,

2. dan makna zhahir menurut سياق الكلام (konteks pembicaraan) setelah sebuah kata dimasukkan ke dalam kalimat, meskipun sebelumnya makna zhahir tersebut adalah makna yang lemah menurut kamus bahasa. Makna zhahir menurut konteks kalimat ini juga dibenarkan oleh bahasa.

Ini penting untuk memahami pembahasan ta-wil.

📎 Pertanyaannya : mengapa ulama khalaf melakukan ta-wil pada ayat dan hadits tentang sifat khabariyah? Adakkah contoh ta-wil dari salaf?

Bersambung ..

Posting Komentar untuk "Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala (A-007 Bagian 6)"