Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ta’lil Al-Ahkam (MS-004)


📕 تَعْلِيلُ الأَحْكَامِ

اَلْمُرَادُ بِالتَّعْلِيلِ: اَلْكَشْفُ عَنْ عِلَلِ الأَحْكَامِ وَبَيَانُهَا.
أَوْ اِعْتِبَارُ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ مُعَلَّلَةً بِعِلَلٍ مَفْهُومَةٍ أَوْ قَابِلَةٍ لِلْفَهْمِ

✅ Yang dimaksud dengan ta’lil di sini adalah menyingkap berbagai ‘illah (maksud, hikmah dan alasan) hukum-hukum syar’i dan menjelaskannya.
Atau dengan kata lain: mengakui bahwa hukum-hukum syar’i itu mu’allalah (mengandung maksud, hikmah dan alasan) dengan berbagai ‘illah yang dimengerti atau berpeluang dapat dimengerti.

اَلْقَوْلُ بِالتَّعْلِيلِ هُوَ بِدَايَةُ البِدَايَةِ فِي الْقَوْلِ بِمَقَاصِدِ الشَّرِيعَةِ أَيْ هُوَ الأَسَاسُ الأَوَّلُ لِمَشْرُوعِيَّةِ القَوْلِ بِالْمَقَاصِدِ وَالْخَوْضِ فِيهَا جُمْلَةً وَتَفْصِيلاً.

✅ Menyatakan adanya ta’lil merupakan awal mula pembicaraan tentang adanya maqashid syariah, artinya bahwa keyakinan terhadap ta’lil ini merupakan dasar pertama bagi kita untuk berbicara tentang maqashid dan mendalaminya baik global maupun detil.

✅ ‘Illah dalam pembahasan maqashid ini berbeda dengan ‘illah menurut ulama fiqih dan ushul fiqih ketika mereka membahas tentang qiyas (Insya Allah akan tiba pembahasan tentang qiyas dalam bidang studi ushul fiqih di blog ini), apalagi ‘illah dalam istilah mushthalah hadits, sangat berbeda. ‘Illah menurut tinjauan maqashid syariah dijelaskan definisi dan contohnya oleh Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah:

وَأَمَّا العِلَّةُ فَالْمُرَادُ بِهَا: اَلْحِكَمُ وَالْمَصَالِحُ الَّتِي تَعَلَّقَتْ بِهَا الأَوَامِرُ أَوِ الإِبَاحَةُ، وَالْمَفَاسِدُ الَّتِي تَعَلَّقَتْ بِهَا النَّوَاهِي. 
فَالْمَشَقَّةُ عِلَّةٌ فِي إِبَاحَةِ الْقَصْرِ وَالْفِطْرِ فِي السَّفَرِ، وَالسَّفَرُ هُوَ السَّبَبُ الْمَوْضُوعُ سَبَبًا لِلْإِبَاحَةِ. فَعَلَى الْجُمْلَةِ الْعِلَّةُ هِيَ الْمَصْلَحَةُ نَفْسُهَا أَوِ الْمَفْسَدَةُ لَا مَظِنَّتُهَا.

Adapun ‘illah, maka yang dimaksud dengannya ialah berbagai hikmah dan maslahat yang terkait dengan perintah syariat (wajib atau mandub/sunnah) dan pembolehan syariat (mubah/halal); juga berbagai mafsadat yang terkait dengan larangan syariat (haram atau makruh).
(Sebagai contoh): masyaqqah (kesulitan) adalah ‘illah dibolehkannya qashar shalat dan tidak puasa dalam safar. Sedangkan safar sendiri adalah faktor kasat mata yang dijadikan indikator pembolehan (karena ‘illah berupa kesulitan tersebut). Intinya, ‘illah itu ialah maslahat atau mafsadat, bukan faktor yang jadi indikatornya. (Al-Muwafaqat, 1/265).

📕 Jenis Ta’lil
(أَنْوَاعُ التّعْلِيلِ)

Kami merasa perlu untuk menjelaskan juga tentang jenis ta’lil yang lain agar duduk perkara hal ini menjadi lebih jelas, demikian pula pendapat para ulama tentang masing-masing jenis ta’lil ini.

1️⃣ Ta’lil Filosofis 
(التَّعْليلُ الفَلْسَفِيُّ)

Maksudnya adalah ta’lil yang menjadi perdebatan ilmu filsafat yaitu apakah af’al (perbuatan) Allah ta’ala terkait dengan aghradh (kepentingan) tertentu yang mewajibkan Allah melakukannya, sehingga Dia berbuat tidak bebas sesuai kehendakNya?

Jelas bahwa ta’lil ahkam dengan sudut pandang seperti ini ditolak oleh seluruh ulama kaum muslimin hatta Mu’tazilah sekalipun, karena bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran yang tegas seperti firman Allah:

 فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

Mahakuasa berbuat apa yang dikehendakiNya. (QS. Al-Buruj: 16).

إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut apa yang dikehendakiNya. (QS. Al-Maidah: 1).

2️⃣ Ta’lil Qiyasi
(التَّعْلِيل القِيَاسِيُّ)

Maksudnya adalah ta’lil analogi hukum atau qiyas yang dikenal oleh para ulama ushul fiqih yaitu menyamakan hukum persoalan yang tak ada dalilnya dengan hukum persoalan lain yang sudah ada dalil hukumnya dari Al-Qur’an atau Hadits karena kesamaan ‘illah kedua persoalan tersebut. Dalam hal ini, ‘illah yang dimaksud adalah sebab hukum yang jelas atau hal definitif yang menjadi faktor penyebab penetapan hukum. Seperti narkoba yang keharaman hukumnya berdasarkan qiyas dimana ia dianalogikan dengan khamr (minuman keras) yang disebutkan pengharamannya oleh Al-Qur’an dan Sunnah, karena ‘illah pengharaman khamr yaitu “memabukkan atau merusak akal” ada juga pada narkoba, bahkan lebih dahsyat.

Ta’lil qiyasi ini diakui dan digunakan oleh ulama kaum muslimin kecuali madzhab Zhahiri yang menolak qiyas sebagai salah satu dalil hukum syar’i.

3️⃣Ta’lil ‘Am atau Ta’lil Maqashidi 
(التَّعْلِيلُ العَامُّ أَوِ التَّعْلِيلُ الْمَقَاصِدِيُّ)

Inilah yang kita maksudkan dengan ta’lil ahkam pada materi ini yaitu bahwa setiap hukum syariat pasti memiliki ‘illah yang berarti hikmah dan tujuan bagi hamba-hamba Allah sebagai cabang pembahasan dari sifat Allah yaitu Al-Hikmah (kebijaksanaan).

📌 Penegasan Para Ulama tentang Ta’lil Maqashidi

Para ulama dari berbagai madzhab menegaskan bahwa semua hukum-hukum syariat itu mu’allal (memiliki ‘illah) untuk kemaslahatan hamba-hamba Allah, terlepas dari apakah ‘illah nya diketahui oleh mereka ataukah tidak.

✅ Abu Bakar Al-Jashash rahimahullah, salah seorang ulama madzhab Hanafi menyatakan:

وَالْأَصْلُ فِيهِ: أَنَّ الْعِبَادَاتِ إنَّمَا تَرِدُ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى حَسَبِ مَا يَعْلَمُ مِنْ مَصَالِحِنَا فِيهَا، وَلَيْسَ يَمْتَنِعُ أَنْ تَكُونَ الْمَصْلَحَةُ تَارَةً فِي الْأَخَفِّ وَتَارَةً فِي الْأَثْقَلِ، فَيُنْقَلُ الْمُتَعَبِّدُ مِنْ أَحَدِهِمَا إلَى الْآخَرِ عَلَى حَسَبِ مَا تَقْتَضِيهِ الْمَصْلَحَةُ

Pada dasarnya syariat ibadah itu datang dari Allah sesuai dengan maslahat kita yang Allah ketahui di dalamnya. Dan tidak menjadi halangan bahwa maslahat tersebut kadang terdapat pada hal yang lebih ringan, kadang pada hal yang lebih berat, dimana hamba yang beribadah dipindahkan dari satu keadaan ke keadaan lain sesuai tuntutan maslahat. (Al-Fushul fi Al-Ushul, 2/223).

✅ Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah yang bermadzhab Maliki menyatakan:

وَالْمُعْتَمَدُ إِنَّمَا هُوَ أَنَّا اسْتَقْرَيْنَا مِنَ الشَّرِيعَةِ أَنَّهَا وُضِعَتْ لِمَصَالِحِ الْعِبَادِ

Dan yang menjadi pegangan adalah bahwa sesungguhnya kami telah melakukan istiqra (penelusuran mendalam) terhadap syariah bahwa ia ditetapkan untuk kemaslahatan hamba-hamba Allah. (Al-Muwafaqat, 2/12).

✅ Al-Amidi rahimahullah, salah seorang ulama madzhab Syafi’i menyatakan:

أَنَّ أَئِمَّةَ الْفِقْهِ مُجْمِعَةٌ عَلَى أَنَّ أَحْكَامَ اللَّهِ تَعَالَى لَا تَخْلُو عَنْ حِكْمَةٍ وَمَقْصُودٍ

Bahwa para imam ahli fiqih bersepakat bahwa hukum-hukum Allah ta’ala tak ada yang kosong dari hikmah dan tujuan. (Al-Ihkam, 3/285).

✅ Ibnul Qayyim rahimahullah, salah seorang ulama madzhab Hambali menjelaskan:

فَإِنَّ الشَّرِيعَةَ مَبْنَاهَا وَأَسَاسَهَا عَلَى الحِكَمِ وَمَصَالِحِ الْعِبَادِ فِي الْمَعَاشِ وَالْمَعَادِ، وَهِيَ عَدْلٌ كُلُّهَا، وَرَحْمَةٌ كُلُّهَا، وَمَصَالِحُ كُلُّهَا، وَحِكْمَةٌ كُلُّهَا

Sesungguhnya bangunan dan dasar syariat itu adalah hikmah dan kemaslahatan hamba di dunia maupun akhirat. Dan syariat itu adalah keadilan semuanya, rahmat semuanya, maslahat semuanya, dan hikmah semuanya. (I’lam Al-Muwaqqi’in, 1/41).

Referensi Utama: 
1. Al-Qawa’id Al-Asas li ‘Ilm Maqashid Asy-Syari’ah, Ahmad Ar-Raisuni.
2. Thuruq Al-Kasyf 'an Maqashid Asy-Syari', Dr. Nu'man Jughaim.

Posting Komentar untuk "Ta’lil Al-Ahkam (MS-004)"