Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Metode Rasulullah ﷺ dalam Menjelaskan Hukum Syariat (TAT-005)


📌 Hukum-hukum yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum baik melalui Al-Qur’an maupun Hadits ada yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi, atau pertanyaan yang disampaikan kepada beliau, ada juga yang tanpa sebab sama sekali.

1. Jika muncul peristiwa atau pertanyaan yang mengharuskan pemberlakuan hukum, lalu Allah menurunkan wahyu berupa ayat Al-Qur’an sebagai solusi atau jawaban, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan ayat tersebut apa adanya.

Contoh:

عَنْ قَتَادَةَ قَالَ: ذُكِر لَنَا أَنَّهَا نَزَلَتْ فِي عَمَّارٍ بْنِ يَاسِرٍ، أَخَذَهُ بَنُو المُغِيرَةِ فَغَطَّوْهُ فِي بِئْرِ مَيْمُون وَقَالُوا: اكْفُرْ بِمُحَمَّدٍ، فَتَابَعَهُمْ عَلَى ذَلِكَ وَقَلْبُهُ كَارِهٌ، فَأَنْزَلَ للهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ (إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا) : أَيْ مَنْ أَتَى الكُفْرَ عَلَى اخْتِيَارٍ وَاسْتِحْبَابٍ، (فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ).

Dari Qatadah, ia berkata bahwa QS. An-Nahl: 106 turun tentang ‘Ammar bin Yasir. Anak-anak Al-Mughirah menangkapnya dan menyekapnya di sumur Maimun, mereka berkata: “Ingkarilah Muhammad”, maka ia pun menuruti mereka sementara hatinya tak rela. Lalu Allah ta’ala menurunkan (ayat yang artinya): “kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran” maksudnya: siapa yang mendatangi kekafiran dalam keadaan suka rela.. “maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (Tafsir Ath-Thabari, 17/304).

✅ Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa riwayat Al-Imam Ath-Thabari ini mursal sementara semua rawinya tepercaya, dan diriwayatkan juga oleh ‘Abd bin Humaid, Al-Baihaqi dan lainnya, sehingga riwayat mursal ini satu sama lain saling menguatkan. (Lihat Fath Al-Bari, 12/312).

✅ Dari peristiwa ini dan ayat yang turun menjelaskannya, para ulama Ushul Fiqih misalnya, mengambil suatu kesimpulan bahwa pemaksaan adalah salah satu penghalang ahliyah (kelaikan) seseorang menjadi mukallaf yang bertanggung jawab atas perbuatannya saat ia kehilangan kebebasannya.

2. Jika muncul peristiwa atau pertanyaan yang mengharuskan pemberlakuan hukum, tapi tidak turun wahyu berupa ayat Al-Qur’an, melainkan wahyu kepada beliau dalam bentuk ilham atau lainnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikannya melalui hadits beliau. Dalam hal ini yang dilakukan oleh Rasulullah hanyalah menyampaikan wahyu dari Allah dengan redaksi dari beliau sendiri. 

Contoh:

Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu bertanya tentang mencium istri saat sedang berpuasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan pertanyaan juga:

أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ؟ قُلْتُ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم -: فَفِيمَ؟

Bagaimana pendapatmu andai engkau kumur-kumur dengan air saat engkau puasa? Aku (Umar) berkata: hal itu tidak apa-apa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalau begitu, mengapa bingung?” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Al-Hakim. Al-Hakim menyatakan shahih berdasar syarat Asy-Syaikhain dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

✅ Pada hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan salah satu metode pengambilan kesimpulan hukum dalam fiqih yaitu qiyas. Dalam hal ini Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:

وَمَعْنَى الحَدِيثِ أَنَّ المَضْمَضَةَ مُقَدِّمَةُ الشُّرْبِ وَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّهَا لَا تُفْطِرُ وَكَذَا القُبْلَةُ مُقَدِّمَةٌ لِلْجِمَاعِ فَلَا تُفْطِرُ

Dan maksud hadits itu adalah bahwa berkumur merupakan mukadimah minum yang telah kalian ketahui tidak membatalkan puasa, begitu juga mencium istri adalah mukadimah jimak, tidak membatalkan puasa. (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 7/215).

✅ As-Subki rahimahullah menyebutkan :

وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَرْكَانِ القِيَاسِ الأَرْبَعَةِ لِأَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ جَعَلَ المَضْمَضَةَ أَصْلًا وَالقُبْلَةُ فَرْعًا وَكَوْنَ كُلٍّ مِنْهُمَا مُقَدِّمَةَ المُفْسِدِ جَامِعًا وَعَدَمَ الإِفْسَادِ حُكْمًا 

Dan di dalamnya terdapat isyarat tentang empat rukun qiyas, karena beliau ‘alaihissalam menjadikan berkumur sebagai ashl/asal (1), mencium sebagai far’/cabang (2) dan sifat keduanya sebagai mukadimah pembatal puasa menjadi ‘illah/alasan hukum (3) yang menyatukan, serta hukum (4) keduanya yang sama-sama tidak membatalkan (karena hanya mukadimah). (Al-Ibhaj Syarh Al-Minhaj, As-Subki, 3/15).

✅ Hadits ini juga menjadi salah satu dalil berlakunya qiyas dalam masalah ibadah selama ‘illah-nya ma’qulah al-ma’na (dapat dipahami maksudnya oleh akal).

3. Jika muncul peristiwa atau pertanyaan yang mengharuskan pemberlakuan hukum, tapi tidak turun wahyu dalam bentuk apapun, sementara hukum harus segera disampaikan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berijtihad dalam menetapkan hukum dan menyampaikannya melalui sabda beliau. Bila tidak ada wahyu yang mengoreksi, berarti ijtihad beliau tepat, bila keliru, maka akan ada wahyu yang turun mengoreksi, karena beliau ma’shum yakni selalu dijaga dari kekeliruan dalam menyampaikan hukum-hukum Allah.

Contoh: 

Ijtihad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah tawanan perang Badar setelah beliau bermusyawarah dengan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, akhirnya beliau memilih pendapat Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu yaitu menerima tebusan dari para tawanan tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/88. Lihat juga Musnad Ahmad No 13555).

✅ Ijtihad beliau mendapat koreksi dari Allah ta’ala dengan turunnya ayat:

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (67) لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (68) فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (69) 

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Anfal: 67-69).

4. Sedangkan contoh ayat Al-Qur’an tentang hukum syariat yang turun tanpa sebab peristiwa atau pertanyaan atau tanpa didahului oleh ijtihad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya adalah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6).

Posting Komentar untuk "Contoh Metode Rasulullah ﷺ dalam Menjelaskan Hukum Syariat (TAT-005)"