Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ciri Madrasah Wasathiyah (MS-007 Bagian 2)


سمات المدرسة الوسطية 

Madrasah wasathiyah dalam konteks Maqashid Syariah memiliki simat (ciri) dan murtakazat (fokus utama). 

Pada pembahasan ini akan dibahas simatnya terlebih dahulu, sedangkan murtakazatnya akan dibahas pada bagian berikutnya insya Allah.

1. Meyakini bahwa syariat Islam memiliki hikmah dan mengandung kemaslahatan bagi hamba Allah. 
الإيمان بحكمة الشريعة وتضمنها لمصالح الخلق 

Dalil dan penjelasan para ulama tentang hal ini sudah disebutkan pada materi sebelumnya yaitu MS-004 dan MS-005

2. Menghubungkan antara dalil-dalil juziyah (dalil yang berbicara tentang masalah tertentu) dengan maqashid kulliyah (tujuan integral syariat) dan memperhatikan keduanya secara seimbang. 
ربط النصوص الجزئية بالمقاصد الكلية

Seperti Sabda Rasulullah tentang larangan menulis hadits beliau: 

لَا تَكْتُبُوا عَنِّي شَيْئًا وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ القُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ 
Janganlah kalian menulis dariku sedikitpun. Siapa yang menulis dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya. 
(HR. Muslim No 3004 dari Abu Sa’id RA). 

Larangan tersebut harus dipahami dalam konteks tujuannya yaitu agar tidak bercampur antara ayat Al-Qur’an dengan hadits Rasulullah SAW, dan agar fokus utama di awal-awal kenabian diberikan kepada Al-Quran. 

Jadi larangan tersebut tidak dipahami secara tekstual apa adanya. Jika demikian maka menulis hadits hukumnya dilarang selama-lamanya. Dan tidak ada seorang muslim pun apalagi ulama yang memahami hadits tersebut seperti itu. 

Oleh karena itu, para sahabat pun menuliskan hadits ketika tujuan dari larangan tersebut telah tercapai, atau ketika kekhawatiran bercampurnya Al-Quran dengan selainnya tidak ada lagi. 

3. Mengubungkan nash-nash syariat dan hukum-hukumnya satu sama lain. 
ريط نصوص الشريعة وأحكامها بعضها ببعض 

Diantara faktor yang dapat membantu memahami hikmah syariat adalah memahami nash dan hukum syariat dengan pandangan menyeluruh dan sebagai satu kesatuan yang utuh. 

Pembagian bab-bab fiqih hanyalah untuk mempermudah pembahasan teoritisnya saja, bukan untuk memisahkannya dari keterkaitannya satu sama lain. 

Sebagai contoh: 

Hikmah anak laki-laki mendapatkan jatah 2 kali lipat dari jatah anak perempuan dalam hukum waris dapat dipahami jika kita menghubungkannya dengan kewajiban laki-laki memberi mahar pernikahan dan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, sementara perempuan tidak, bahkan berhak menerimanya. 

4. Memandang urusan agama dan urusan dunia dengan pandangan yang proporsional 
النظرة المعتدله لكل أمور الدنيا والدين 

Dunia adalah sarana, sedangkan akhirat adalah tujuan. Syariat agama adalah aturan yang menjamin kita menggunakan sarana dengan benar agar sampai kepada tujuan. 

Madrasah wasathiyah memandang hukum asal sarana adalah mubah selama tidak ada dalil agama yang mengharamkannya.
Bahwa sarana yang baik itu tidak selalu datang dari internal kaum muslimin, atau hanya yang didukung oleh dalil spesifik dari Al-Qur’an atau Hadits. Sarana yang baik itu mungkin saja datang dari orang-orang di luar Islam, selama tidak ada dalil spesifik atau qiyas atas dalil yang mengharamkannya. Salah satu dalilnya adalah Rasulullah SAW mengambil ide parit yang berasal dari Persia sebagai sarana pertahanan ketika perang Khandaq. 

Dan jika para ulama yang mu’tabar berbeda pendapat tentang boleh tidaknya, maka siapa yang mengikuti pendapat yang membolehkannya tidaklah dianggap sebagai penyimpangan. 

5. Menghubungkan dalil-dalil syariat dengan realita kekinian. 
وصل النصوص بواقع الحياة وواقع العصر 

Yaitu dengan memperhatikan aspek dharurat atau kebutuhan mendesak sesuai kadarnya di wilayah atau kondisi tertentu, sehingga dapat diperlakukan rukhshah misalnya. Seperti situasi dan kondisi yang dihadapi oleh minoritas muslim di beberapa negara, atau bahkan minoritas muslim yang tertindas dan kehilangan kebebasan beragamanya di negeri mereka sendiri. 

Atau memperhatikan hukum yang dibangun berlandaskan pertimbangan ‘urf (kebiasaan) suatu tempat atau zaman, bahwa hukum tersebut dapat berubah ketika terjadi perubahan ‘urf itu sendiri selama ‘urf baru yang muncul tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Contohnya adalah model dan warna pakaian. Bisa jadi ada fatwa ulama yang mengharamkan model pakaian tertentu meskipun menutup aurat karena alasan ‘urf di zamannya, maka fatwa tersebut jelas berubah karena perubahan ‘urf di masa kini, atau karena alasan pelarangannya sudah tidak lagi relevan). 

6. Mendukung dan memilih yang lebih mudah bagi masyarakat selama tidak disepakati berdosa. 
تبني خط التيسير والأخذ يالأيسر على الناس

Sebab taysir atau memudahkan adalah salah satu tujuan umum syariat sebagaimana telah dijelaskan pada materi MS-002

Oleh karena itu, beberapa ulama mengungkapkan istilah “هذا أرفق بالناس” “ini lebih menyayangi (mudah) bagi banyak orang” dalam berfatwa atau memilih fatwa. 

Al-Imam As-Sarakhsi Al-Hanafi misalnya menyatakan di akhir salah satu tarjih beliau atas pendapat yang lebih mudah: 
هذا أرفق بالناس ... وما كان أرفق بالناس فالأخذ به أولى؛ لأن الحرج مدفوع. 
Ini lebih menyayangi masyarakat … dan yang lebih menyayangi masyarakat lebih utama untuk diambil, karena kesulitan itu adalah sesuatu yang ditolak (oleh syariat). 
(Al-Mabsuth, 11/25). 

Begitu juga dengan ulama-ulama lain kita temukan dalam kitab-kitab mereka ungkapan tersebut. 

7. Terbuka dengan dunia internasional, bersedia berdialog dengan siapapun dan bertoleransi 
الانفتاح على العالم والحوار والتسامح

Madrasah wasathiyah meyakini bahwa dasar hubungan kaum muslimin dengan non muslim adalah hubungan damai bukan perang, berdialog bukan konfrontasi, kebebasan bukan pemaksaan, kasih sayang dan bukan saling mendendam. 

Perubahan sikap dari dasar hubungan tersebut hanyalah disebabkan oleh kezaliman dan pelanggaran atas hak-hak mendasar yang seharusnya dijaga. Perubahan tersebut tidak boleh diberlakukan umum kepada pihak-pihak yang tidak terlibat dalam pelanggaran. 

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13). 

Referensi Utama: 
Dirasah fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ah, Dr Yusuf Al-Qaradhawi.

Posting Komentar untuk "Ciri Madrasah Wasathiyah (MS-007 Bagian 2)"